0

SUSAH NYA BACA BUKU……..???


Membaca buku memang sangat sulit sekali rasanya. Apalagi dengan buku yang berhubungan dengan buku-buku yang kelas nya “berat”. Seperti buku-buku filsafat, teologi dan sosiologi yang banyak menggunakan kata-kata ilmiah dan sulit sekali untuk dicerna makna dan isi nya, menjadikan semakin malas saja untuk membaca. Padahal sebagai Mahasiswa, yang notabene adalah merupakan para intelektual muda, seharusnya buku merupakan kawan yang sangat dekat sekali, karena buku adalah jendela wawasan kita mengenal alam semesta.

Merupakan hal yang sangat wajar dan bisa dimaklumi apabila kita dimasa yang seharusnya sudah akrab sekali dengan buku malah justru jarang atau mungkin tidak pernah membaca buku. Karena budaya membaca justru tidak menjadi tuntutan kepada kita semua dimasa-masa awal sekolah. Maka budaya membaca buku adalah hal yang baru dikalangan kita yang memang jarang membaca buku.


Membaca buku pun tidak semata-mata kita bisa langsung menjadikan hal tersebut sebagai sebuah kebutuhan. Seseorang tidak akan bisa langsung merubah dirinya dari seseorang yang malas untuk membaca buku menjadi orang yang langsung bisa dan mau serta tertarik membaca buku dalam satu dua hari. Kebiasaan membaca buku harus timbul dari sebuah keinginan dari dalam jiwa kita akan sebuah kebutuhan yang dirasakan masih bayak terdapat kekurangan dan keterbatasan kita dalam memahami sesuatu yang apabila kita membaca buku, menjadikan kita ter-cukupi kebutuhan akan dahaga intelektual yang belum tercukupi sama sekali.

Mengawali sebuah kebutuhan membaca buku bisa kita mulai dengan cara memulai membaca buku-buku novel dan cerita yang membuat asyik dalam membaca nya. Hal terseut sebagai perangsang awal agar kita mau membaca buku. Karena diawali dengan hal yang menarik supaya melatih pula kekuatan mata kita dari “serangan” kantuk yang medera kita dikala membaca buku terutama buku-buku kelas berat seperti buku filsafat, teologi, dan juga sosiologi.

Tujuan dari membaca buku ialah agar bisa mengetahui atau menangkap maksud dan tujuan dari si penulis buku dan juga menangkap pesan apa yang ingin disampaikan oleh si penulis buku tersebut. Untuk meendapatkan maksud dari apa yang ingin disampaikan oleh si penulis tersebut, maka awalilah membaca dari oleh sebuah penganta tokoh yang berusaha menjelaskan maksud dan tujuan dari pembuatan buku tersebut oleh si penulis. Itu adalah hal yang harus untuk dibaca oleh kita, agar ketika nanti telah sampai di pembahasan buku tersebut kita tidak bingung lagi atas hal apa yang sedang dibahas dalam buku yang sedang kita baca tersebut.

Lalu kemudian masuk ke daftar isi dan juga pendahuluan dari si penulis. Ini hal yang penting pula karena dalam daftar isi dan pendahuluan tercantum gambaran umum dari buku tersebut dan hal-hal apa saja yang akan dibahas dalam buku tersebut. Disini apabila kita hanya ingin membaca bab tertentu maka disana lah tempat untuk kita bisa memilih nya. Selanjutnya mungkin anda bisa membaca buku seperti biasa anda membaca. Apabila mendapatkan sesuatu yang dianggap sulit untuk dipahami maka jangan malu untuk bertanya kepada orang yang kita anggap memahami tentang persoalan yang kita anggap rumit tersebut. Dan juga untuk hal-hal yang kiranya tidak sesuai dengan apa yang hati dan pengetahuan kita pahami tentang sesuatu yang terdapat dalam buku tersebut, maka janganlah langsung kita “telan mentah-mentah” dan juga jangan kita tolak tanpa dasar yang jelas, tapi simpan aja di perpustakaan akal, agar nanti ketika sudah tahu jawaban nya kita verifikasi hal-hal yang tidak sesuai tersebut.

Itulah mungkin sedikit yang bisa saya gambarkan untuk kita jadikan sebagai bahan acuan bersama. Terutama untuk diri saya pribadi dan kita semua umumnya yang belum bisa menjadikan membaca sebagai sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi seperti kita membutuhkan makan dan minum. Semoga tulisan ini bermanfaat. Kurang lebihnya saya ucapkan beribu maaf yang sedalam-dalamnya. Yakin Usaha Sampai. Bahagia HMI
0

Aliran Filsafat Kontemporer

Kalau kita sepakat bahwa obyek kajian filsafat adalah untuk mengetahui realitas atau hakikat segala sesuatu maka pertama-tama kita harus membedakan terlebih dahulu paradigma filsafat Barat dan paradigma filsafat Islam.

Dalam filsafat Barat (baca: modern) realitas obyektif adalah dunia materi, fisikal, atau lahiriah. Realitas adalah segala sesuatu yang hanya dapat ditangkap melalui metode ilmiah. Hampir-hampir mereka menganggap bahwa dunia ini tidak memiliki dimensi transendental. Kita tidak akan mendapati konsepsi yg jelas dari filsafat barat mengenai realitas spiritual.Oleh sebab itu aliran yang berpengaruh kuat dalam filsafat barat adalah materialisme, empirisme,atau positivisme yang selanjutnya menjadi fundamen ilmu sains.


Meski demikian ada aliran yang kurang lebih mengandung gagasan tentang realitas spiritual seperti dalam idealisme atau eksistensialisme. Namun itu hanya berakar dari gagasan rasional semata yang senantiasa mereka tempatkan di dalam dunia ide. Bagi mereka dunia ide ini tidak nyata.

Sebaliknya, dalam Islam –sebagaimana diadopsi dari Plato– dunia Ide ini adalah dunia nyata. Dunia nyata adalah alam haqiqah, dunia obyektif yang sesungguhnya.
Realitas dalam konteks pengetahuan Islam tidak terbatas pada relitas empirik saja (inderawi), tetapi juga realitas ide tersebut yang sering disebut sebagai realitas spiritual. Oleh sebab itu aliran filsafat dalam Islam juga banyak beririsan dengan aliran mistik (sufisme).
Wahyu Islam memandang bahwa manusia telah dianugerahi fakultas- fakultas untuk mengenali alam dan bentuk-bentuk kesadaran untuk mengetahui realitas di sekitarnya.Oleh sebab itu di dalam filsafat Islam tidak hanya diakui dunia empiris yang bisa dicerap indera, tetapi juga pengetahuan rasional hasil dari spekulasi akal, dan pengetahuan intuitif yang berasal dari cerapan qalbu.

Saya setuju dengan kategorisasi yang dilakukan oleh Murtadha Muthari (1993) yang membagi empat metode pemikiran (baca: metode filsafat; yang selanjutnya bisa disebut sebagai aliran filsafat) yang masing-masing memiliki karakter khusus di bawah pengaruh ajaran Islam, yaitu:
a. Paripatetism (Masyaiyah)
Mengandalkan deduksi, logika, dan spekulasi rasional. Mengadopsi gagasan filsafat yunani yang secara tidak langsung mensintesakan ajaran Aristoteles dan Plato. Tokoh-tokohnya seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina (periode awal), Ibn Rusyd, dll
b. Kalam
Mengandalkan deduksi rasional dan logika yang didasarkan atas teks-teks atau postulat-posutlat wahyu. Mereka yang tidak pernah menggappendekatannya sebagai pendekatan filsafat ini melahirkan tiga aliran besar teologi Islam: Mu’tazilah, Asy’ariyah dan (silahkan sepakat atau tidak:) Syi’ah.
c. Irfan (atau ma’rifah)
Mengandalkan intuisi mistik, melalui metode penyucian bathin. Aliran ini merupakan mainstream utama dalam aliran sufisme, tokoh-tokohnya seperti: Al-Hallaj, Abu yazid Bustami, Syibli, dan lain-lain.
d. Iluminasi (isyraqi)
Menggabungkan seluruh metode dengan memberdayakan keseluruhan potensi laten manusia baik itu rasio, logika, intuisi, dll. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya Suhrawardi, Ibn Arabi, Mulla Sadhra, Iqbal, dll.
0

Eksistensi dan keberlangsungan manusia



Eksistensi dan keberlansungan manusia merupakan sebuah hasil dari nilai Ikhtiar Manusia tersebut, dimana mereka menjadikan dirinya sebagai seorang yang mendapatkan anugerah untuk bergerak dan meng-optimalkan berbagai potensi yang ada pada dirinya menjadi sebuah hasil.

Keberlangsungan dari nilai-nilai gerak yang telah dioptimalkan tersebut harus pula disadari oleh manusia bahwa setiap konsep hadir pada dirinya mempunyai tanggung jawab tersendiri yang didapatkan melalui sebuah perenungan pencarian hikmah yang mendalam melalui sebuah metode perenungan yang dalam akan hakikat sesungguhnya manusia tersebut.


Pertanyaan yang hadir dan menjadi sebuah hakikat adalah ketika manusia menyadari dirinya berasal dari mana dirinya dan akan menuju kemana kah dirinya tersebut dan dengan cara apa kah manusia tersebut dapat kembali kepada nya dengan jalan yang benar dan sesuai dengan apa yang semestinya dijalankan.

Ketika berbagai keraguan tersebut telah sirna pada manusia tentang hakikat dirinya sendir, dan telah menemukan kesejatian yang abadi maka dirinya adalah manusia yang telah bisa menjadikan dirinya sejajar dengan para aulia-Nya yang sama-sama sudah menyaksikan diri-Nya secara kasaf.

Ketika kita telah sadar, kita akan melihat bahwa sebenarnya bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah sebuah ketiadaan saja, dan yang Ada hanya lah keber-Ada-an saja. Keber-Ada-an tersebut hanyalah Dia saja, sang pemilik Ke-Abadi-an yang sesunguhnya yang tak pernah tertidur, tak pernah mengalami ke-tiada-an.

Kepercayaan terhadapnya menjadikan kita mempunyai sebuah Ke-Iman-an dimana ke-iman-an tersebt adalah sesuatu yang telah dilakukan penilian terhadap kepercayaan tersebut. Kepercayaan yang hadir dalam manusia tidak semata-mata sebuah kepercayaan yang tidak berlandaskan pengetahuan, melainkan sebuah kepercayaan yang hadir berdasarkan pengetahuan yang objektif dan benar.

Ketika ke-iman-an manusia terhadapnya sudah mendapatkan esensi yang sebenarnya maka manusia akan bisa menjalankan segala sesuatu yang dikehendaki nya baik itu menjalankan perintahnya maupun meninggalkan larangannya. Perbuatan tersebut sebagai manifestasi atas Ke-Tauhid-an kepada Dzat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan yang tetlah ter-ejawantahkan kedalam perbuatan manusia sesuai dengan yang telah diajarkan kepada manusia atas contoh Tuhan dimuka bumi yaitu melalui para utusan nya yang terbaik yaitu Muhammad SAW.

Contoh terbaik tersebut adalah contoh yang paling sempurna dan yang terbaik, contoh yang apabila mengikuti kepada Manusia sempurna tersebut maka umat manusia akan selamat dari api neraka Nya dan akan dibawa kepada Surga Nya yang Indah dan Menyenangkan. Maka manusia apabila menginginkan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat, maka men-contoh nya dalam segala perbuatan dan tindakan adalah melalui perbuatan-perbuatan seperti sang Rosul. Baik itu cara ber-ibadah maupun segala perbuatan sampai kepada cara-cara kecil beliau telah mencontohkannya.

Seperti halnya dalam ber-ibadah, Rosul telah mencontohkan bagaimana cara ber-ibadah yang baik dan benar, dimana beliau seperti halnya menberikan keterangan bahwa solat yang baik adalah solat seperti dirinya. Begitupun dalam ber-ibadah dalam bulan ramadhan yang akan kita songsong sebentar lagi, beliau mencontohkan dengan amalan-amalan yang baik pada bulan yang mulia tersebut. Karena apabila kita memaknai bulan yang baik tersebut dimana segala perbuatan baik akan ber nilai berlipat-lipat ganda.

Maka marilah kita perbanyak amalan kita di bulan yang mulia ini karena bulan ini adalah bulan yang sangat suci, bulan dimana bulan turunnya Al-Qur’an, bulan dimana tidur nya orang mukmin adalah ibadah. Sungguh sangat mulia bulan ini apabila kita bisa mengisi nya dngan berbagai kegiatan yang positif dan penuh manfaat baik itu untuk kita ataupun kita berbuat baik untuk sesama.
2

HMI dan Perkaderan Pemimpin Bangsa

Kondisi Bangsa ini pasca Pilpres begitu memprihatinkan sebetulnya. Sebuah kondisi dimana para elit politik sangat senang untuk melakukan berbagai cara nya agar kekuasaan dapat dimiliki juga bias menggulingkan lawan supaya tidak merongrong kekuasaan yang akan didapatkan. Ternyata krisis yang terjadi bukanlah pada tataran krisis regenerasi kepemimpinan tetapi juga krisis pada ahklak dan moralitas kepemimpinan.
Berkaca dari berbagai sikap dan pembicaraan yang dikeluarkan oleh mereka para elit sungguh tidak bisa memberikan teladan yang bisa menjadi contoh untuk rakyatnya. Maka bisa kita katakan bahwa mereka memang tidak pantas untuk menjadi pemimpin politik di Negara kita ini, apalagi pemimpin umat sekaligus.
Seorang pemimpin adalah seorang yang dilahirkan dalam sebauh jaman yang menciptakan dirinya menjadi pemimpin. Seperti halnya sebuah tanaman akan bisa tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan dan kondisi serta metode penyemaian nya bagus, maka tanaman tersebut akan menjadi tanaman yang subur.
Maka seperti itulah seorang pemimpin bisa menjadi pemimpin yang sesungguhnya. Pemimpin yang lahir dan tumbuh (di-kader) oleh realitas jaman. Pemimpin seperti inilah yang akan menjadi pemimpin umat dan bangsa. Bukan pemimpin yang dipilih berdasarkan suara terbanyak dan dukungan uang yang melimpah ruah.
Itulah kondisi sebenarnya dari keadaan krisis yang dialami Indonesia, ketiadaan pemimpin yang bisa dijadikan contoh yang sempurna oleh Ummat dan Bangsa. Pemimpin yang member contoh lebih dahulu sebelum member perintah, pemimpin yang siap untuk meninggalkan kepentingan pribadi dan memilih mendahulukan kepentingan umat dan bangsa nya.
Lantas adakah solusi bagi kita untuk mengatasi persoalan krisis kepemimpinan di Negara kita ini? Jalan apa yang bisa kita tempuh untuk menyelesaikan permasalahan ini? Seharusnya, pemimpin-pemimpin yang lahir dan memimpin Negara ini adalah orang-orang yang dihasilkan oleh sebuah system kaderisasi yang bagus, bukan dihasilkan oleh cara yang asal dan tidak jelas. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah Organisasi Perkaderan, dimana dalam prosesnya terdapat sebuah system yang telah dibuat dengan baik sedemikian rupa sehingga nanti, para alumnus nya diharapkan menjadi calon-calon pemimpin yang siap pakai di lingkungan nya masing-masing, baik itu sebagai pemimpin perusahaan, pemimpin sebuah Organisasi, Pemimpin sebuah masyarakat atau pun pemimpin Negara dan Bangsa
Maka dari itu, sebagai Kader HMI kita tetap harus menjalankan terus perkaderan ini. Sehingga Ke-pemimpinan BAngsa yang sedang dalam krisis ini menjadi hilang karena para kader HMI telah mengisi pos-pos nya masng-masing di berbagai bidang. Semoga HMI bisa tersu Berjaya. Yakin lah Usaha mu niscaya akan sampai. Hidupkan terus porkaderan, karena tanpa perkaderan Organisasi ini hanyalah sebuah Organisasi tanpa makna.
 

Translate

Search This Blog