Mudik merupakan sebuah tradisi yang sudah berlangsung lama dilakukan oleh umat muslim indonesia. Tradisi ini berakar pada kenyataan bahwa sulitnya lapangan pekerjaan di daerah sehingga orang berbondong-bondong pergi ke kota untuk mencari penghasilan yang lebih sehingga pada satu waktu bisa kembali ke daerah masing-masing guna membuktikan sesuatu kepada sanak family bahwa dirinya sudah sukses di tempat yang baru.
Mudik memang tidak terbatas pada ukuran sebuah kota. Artinya yang mudik tidak harus berasal dari jakarta yang merupakan Ibu Kota negara ke daerah di pedesaan yang jauh dari mana-mana. Tetapi mudik mengandung sebuah nilai pencarian dan akan kesejahteraan baik di kota besar maupun di daerah kecil, asal bisa mendapatkan kesejahteraan disana lah orang – orang berbondong-bondong untuk mencari nafkah dan kesejahteraan.
Mudik pun dilakukan karena masih adanya sanak family atau orang tua sebagai tujuan. Meminta restu kedua orang tua dan memohon maaf atas berbagai kesalahan yang telah dilakukan dimasa lalu adalah motivasi nya karena belum tentu tahun depan mereka (para pemudik) bisa berjumpa dengan para orang tua nya kembali.
Selain itu, motivasi ekonomi merupakan sesuatu yang lazim dijadikan alasan oleh para pemudik.
Memperlihatkan bahwa mereka yang mudik sudah menjadi orang sukses, sejahtera, bahagia dan mempunyai segenap penghasilan lebih untuk diperlihatkan kepada para sanak family tak jarang juga menjadi penyebab kenapa seseorang bisa nekat untuk (harus) mudik dan dilakukan di bulan ramadhan atau menjelang hari raya idul fitri, dan keinginan untuk membuktikan bahwa kenekadan mereka untuk merantau (mengadu nasib) guna mendapatkan kehidupan yang lebih baik tak sia-sia belaka.
Maka dari itu, bisa dilihat kenapa ada para perantau yang tidak mudik pasti alasannya hanya dua, karena belum sukses atau karena orang tua sudah tidak ada. Karena berat jika melakukan mudik tanpa persiapan yang ekstra besar, terutama persiapan uang. Sebagai seseorang yang sudah sukses tentunya hal tersebut harus diperlihatkan, minimal keluarga yang ada bisa kebagian rezeki.
Selain itu dengan menempuh perjalanan yang jauh, membutuhkan biaya yang sangat besar sekali. Untuk transport, untuk akomodasi dan untuk oleh-oleh bagi saudara di kampung halaman, karena mudik tanpa oleh-oleh adalah hal yang mustahil. Saya bertanya kepada seorang teman yang berasal dari solo-jawa tengah, dan orang tua nya sudah sukses di jakarta kenapa mesti harus menggunakan mobil untuk bermudik ke Solo sana, padahal dengan kondisi ekonomi yang ada dia sangat sanggup sekali jika hanya untuk membeli tiket pesawat saja. Dengan menggunakan pesawat, jarak antara Jakarta-Solo hanya ditempuh dengan 1 jam saja, sedangkan dengan menggunakan Mobil, semua itu harus ditempuh dengan waktu satu hari satu malam. Namun memang entah karena tradisi atau apa, dia hanya bilang capek waktu mudik itu seni nya mudik. Hahahaha.....
Yah walau bagaimana pun, tradisi mudik ini memang sebuah tradisi yang “asli” Indonesia. Tradisi yang mungkin akan terus berjalan hingga puluhan tahun yang akan datang. Tradisi yang membuat Pemerintah harus siap siaga untuk mengawal nya, dari mulai mudik sampai arus balik karena agenda mudik ini sudah menjadi agenda resmi Pemerintah. Mulai dari perbaikan infrastruktur seperti jalan dan jembatan, peningkatan pelayanan sarana dan prasarana transportasi (akutan jalan darat, air dan udara) dan juga pelayanan keamanan selama arus mudik dan arus balik adalah sudah seperti kewajiban Pemerintah. Karena ditenggarai, uang yang berputar selama arus mudik dan arus balik ini bisa mencapai hingga triliunan rupiah.
Selain itu, motivasi ekonomi merupakan sesuatu yang lazim dijadikan alasan oleh para pemudik.
Memperlihatkan bahwa mereka yang mudik sudah menjadi orang sukses, sejahtera, bahagia dan mempunyai segenap penghasilan lebih untuk diperlihatkan kepada para sanak family tak jarang juga menjadi penyebab kenapa seseorang bisa nekat untuk (harus) mudik dan dilakukan di bulan ramadhan atau menjelang hari raya idul fitri, dan keinginan untuk membuktikan bahwa kenekadan mereka untuk merantau (mengadu nasib) guna mendapatkan kehidupan yang lebih baik tak sia-sia belaka.
Maka dari itu, bisa dilihat kenapa ada para perantau yang tidak mudik pasti alasannya hanya dua, karena belum sukses atau karena orang tua sudah tidak ada. Karena berat jika melakukan mudik tanpa persiapan yang ekstra besar, terutama persiapan uang. Sebagai seseorang yang sudah sukses tentunya hal tersebut harus diperlihatkan, minimal keluarga yang ada bisa kebagian rezeki.
Selain itu dengan menempuh perjalanan yang jauh, membutuhkan biaya yang sangat besar sekali. Untuk transport, untuk akomodasi dan untuk oleh-oleh bagi saudara di kampung halaman, karena mudik tanpa oleh-oleh adalah hal yang mustahil. Saya bertanya kepada seorang teman yang berasal dari solo-jawa tengah, dan orang tua nya sudah sukses di jakarta kenapa mesti harus menggunakan mobil untuk bermudik ke Solo sana, padahal dengan kondisi ekonomi yang ada dia sangat sanggup sekali jika hanya untuk membeli tiket pesawat saja. Dengan menggunakan pesawat, jarak antara Jakarta-Solo hanya ditempuh dengan 1 jam saja, sedangkan dengan menggunakan Mobil, semua itu harus ditempuh dengan waktu satu hari satu malam. Namun memang entah karena tradisi atau apa, dia hanya bilang capek waktu mudik itu seni nya mudik. Hahahaha.....
Yah walau bagaimana pun, tradisi mudik ini memang sebuah tradisi yang “asli” Indonesia. Tradisi yang mungkin akan terus berjalan hingga puluhan tahun yang akan datang. Tradisi yang membuat Pemerintah harus siap siaga untuk mengawal nya, dari mulai mudik sampai arus balik karena agenda mudik ini sudah menjadi agenda resmi Pemerintah. Mulai dari perbaikan infrastruktur seperti jalan dan jembatan, peningkatan pelayanan sarana dan prasarana transportasi (akutan jalan darat, air dan udara) dan juga pelayanan keamanan selama arus mudik dan arus balik adalah sudah seperti kewajiban Pemerintah. Karena ditenggarai, uang yang berputar selama arus mudik dan arus balik ini bisa mencapai hingga triliunan rupiah.