0

NEGERI TANPA TOKOH UTAMA

Dalam sebuah film, keberadaan sebuah tokoh utama atau protagonist adalah sebuah hal yang lumrah, kadang terdapat lebih dari satu orang tokoh utama dalam sebuah film, dan kadang tak jarang mengikutsertakan seorang Tokoh Perempuan menjadi Tokoh Utama yang kadang jika kita menilai, keberadaan nya tidak terlalu penting dan hanya bisa menyusahkan kepada tokoh Utama Laki-laki. Namun itulah film, tak ada perempuan tak rame.

Begitupun dalam sebuah Negara, keberadaan tokoh utama selalu menjadi sebuah pusat dalam penyelenggaraan Negara. Baik itu sebagai tokoh utama yang berperan sebagai seorang penjahat layaknya seorang Al Pacino dalam film God Father ataupun tokoh utama yang berperan menjadi Good Person.
Namun yang terjadi di negeri ini sangat ironis, sama sekali tidak ada tokoh protagonist yang berperan menjadi good person ataupun Bad Person. Yang ada hanyalah para tokoh antagonist dan figuran-figuran yang berperan numpang lewat saja kemudian hilang dan tak pernah disebut kembali dalam alur sejarah pembangunan Negara ini.

Jika dahulu Negara ini mempunyai seorang Soekarno dan Hatta dalam proses perebutan Kemerdekaannya kemudian peran itu dilajutkan oleh Soeharto dimana scene nya peran nya berakhir hingga Reformasi bergulir. Yang berbeda hanyalah Peran yang dimainkan oleh Tiga tokoh diatas, Soekarno-Hatta hingga ujung hayat nya tetap dianggap sebagai seorang Hero karena memainkan peran sebagai Good Person, sedangkan Soeharto berperan sebagai Bad Person, namun keduanya adalah Tokoh protagonist yang sangat lihai memainkan peran mereka masing-masing.

Banyak persoalan yang melanda Negara ini beberapa tahun ini – meskipun sebenarnya dari awal berdiri nya masalah selalu datang silih berganti menjadi semakin terasa suram bagi masa depan Bangsa dan Negara ini. Dari persoalan yang terbesar yaitu Korupsi sampai masalah jembatan putus seperti tidak pernah bisa terselesaikan dan tak ada ujung pangkal solusi nya. Kenapa ini bisa terjadi? Ada banyak yang berpendapat ini adalah karena krisis multidimensional yang melanda bangsa ini sejak reformasi, dari mulai ekonomi, supremasi hukum, pendidikan, moral, agama hingga masalah Kepemimpinan.

Bagi saya pribadi, letak ujung pangkal masalah yang terjadi di Negeri ini adalah masalah kepemimpinan. Tidak adanya Tokoh Utama sejak Negara ini ditinggal oleh Soeharto adalah sebuah persoalan yang merembet ke semua bidang. Jika kita berkaca kepada kasus Myanmar misalnya, siapa tokoh utama disana? Ya, tak bukan adalah Au San Su Kyi, dialah tokoh utama dalam “film” yang berjudul Myanmar. Kalau anda pernah melihat film Gladiator anda akan tahu siapa tokoh utama nya. Dia adalah Maximilanus, seorang Jenderal yang kemudian menjadi Gladiator. Kemudian jika kita menengok kepada Negara di Amerika Tengah, yaitu Nikaragua, ada seorang Tokoh Utama Pemberontakan yang terjadi ada tahun 60 an yaitu seorang yang bernama Rafael.

Begitupun Iran di masa Revolusi Islam nya pada tahun 1979 adalah seorang bernama Imam Khomaini sebagai Tokoh Utama, namun ketika Imam Khomaini meninggal pada tahun 1989, mereka tidak kehilangan tokoh utama nya, mereka tetap memiliki tokoh utama dalam “film”mereka, sehingga “film’ tersebut tidak menjadi kehilangan daya tarik untuk tetap ditonton dan diamati, hingga menjaga agar Negara tersebut tetap stabil, sehingga ketika mendapatkan ancaman dari Dewan Keamanan PBB sekalipun mereka tidak bergeming, bukan karena ada seorang Ahmadinejad, melainkan ada seorang yang bernama Ayatullah Al-uzma Imam Khomeinii sedangkan di Negara ini siapa? Negara ini memiliki Presiden, tapi tidak memiliki Pemimpin, tokoh utama yang menjadi penyeimbang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Siapa yang akan kita akui menjadi Pemimpin di Negara ini? Bahkan untuk memberantas Korupsi saja Negara ini harus membuat sebuah lembaga super yang bernama “Komisi Pemberantasan Korupsi” dan yang paling aneh adalah mekanisme Pemilihan para komisioner nya saja tetap melalui mekanisme voting. Sungguh sangat aneh, karena Aung San Su Kyi ketika hari ini menjadi Aung San Su Kyi tidak dipilih bahkan tidak melaui hasil voting, begitupun ketika Imam Khomaini dan Imam Khomeinii menjadi tokoh utama, mereka tidak dipilih melalui voting.
0

OTDA; BUPATI JADI RAJA

Pagi ini saya sangat terburu-buru untuk pulang segera ke rumah dan kemudian langsung mandi, bukan karena ada jadwal kuliah pagi yang membuat saya terburu-buru, melainkan karena telah ada janji dengan seorang senior yang katanya akan member sumbangan untuk membantu mengecat dinding di secretariat organisasi.

Singkat cerita, saya langsung menuju tempat kerja beliau guna memenuhi janji saya tersebut. Ketika sudah sampai di tempat kerjanya, saya kemudian melayangkan pesan singkat guna memberitahu bahwa saya telah sampai di tempat kerjanya, dan tak lama kemudia senior saya ini pun membalas sms saya dan member tahu bahwa tempat bertemu nya tidak dikantor nya tapi di kantor dinas yang lain yang berada di belakang tempat kerja nya.

Setelah dapat instruksi untuk menemui beliau di tempat lain tersebut, saya pun bergegas untuk menuju tempat yang dituju. Karena memang jarak nya yang tidak jauh, kurang dari dua menit saya sudah berada di warung kopi di dinas tersebut. Sampai di warung, karena masih merasa ngantuk, saya kemudian memesan kopi dan mengambil sebatang rokok, itu lah menu sarapan saya pagi hari tadi.

Di warung tersebu ada beberapa orang pula yang sudah terlebih dahulu nongkrong, yang satu berpakaian bebas dan memakai kapiah haji, dan orang-orang disana memanggil kepada bapak itu dengan sebutan “haji”, entah memang sudah ber-haji atau hanya sebtatas pangilan saja. Ada pula yang memakai pakaian dinas dan ada pula dua orang yang masih muda dan memakai pakaian bebas pula tapi tidak pakai kapiah…. Hehhee….

Setelah beberapa lama saya duduk dan menunggu, kemudian senior saya menelfon, menanyakan keberadaan saya, dan akhirnya kami pun bertemu. Tidak banyak basa-basi seperti biasanya, ketikasaya menghampiri nya, kemudian berjabat tangan beliau langsung mengeluarkan uang sebanyak Rp. 250.000,00 dan setelah itu langsung berpamita karena mobil beliau katanya harus dibawa kebengkel.

Saya pun memutuskan kembali ke warung tersebut guna melanjutkan ngopi di warung tadi. Apa yang dibicarakan oleh mereka di warung tersebut sungguh sangat ingin membuat saya tertawa, meskipun di sisi lain saya ingin sekali memberitahu mereka bahwa apa yang mereka pikirkan itu salah kaprah. Merek ber-empat berbicara mengenai kondisi Kabupaten Subang yang beberapa hari belakangan ini tengah ramai dengan aksi mogok kerja dari para PNS nya. Hal ini terjadi karena Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Bupati Non-Aktif Kabupaten Subang yaitu Eep Hidayat telah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung sehingga kemudian banyak Pejabat pemerintahan Daerah Kabupaten Subang berbondong-bondong datang ke MA untuk protes guna membatalkan Putusan MA tersebut.

Namun yang lucu dan membuat saya jengkel bukan berangkat nya para pejabat itu, tapi pernyataan si “haji” tersebut yang sangat – sangat terkesan bodoh. Dia menyatakan bahwa mungkin menurut Eep, dengan adanya Otonomi Daerah (OTDA) hari ini, seorang Bupati bisa bebas melakukan apapun dalam rangka mengurusi Daerah yang dipimpin nya. Jadi Pemerintah Pusat tidak mempunyai hak untuk turut campur dalam hal kewenangan daerah termasuk dalam kasus pembagian upah pungut yang terjadi hari ini. Dalam hati saya berkata “emang ini Negara punya anda? Memang nya OTDA itu jadi bikin anda berkuasa penuh atas Kabupaten Subang ini?” Kabupaten Subang ini bukan punya Eep Hidayat, Kabupaten ini punya rakyat Kabupaten Subang.

Jika anda pikir bahwa Otonomi Daerah itu adalah membuat kekuasaan seorang Bupati itu menjadi tak terbatas, maka anda salah. Otda itu prinsipnya adalah membangun kemandirian dalam pembangunan daerah nya masing-masing guna meng-optimalkan segala macam sumber daya yang ada di daerah yang oleh Pemerintah Pusat tidak mungkin bisa dijamah sekaligus. Pemberian Otonomi Daerah ini adalah proses pendistribusian wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Daerah, dan tidak semua hal wewenang Pemerintah Pusat itu diberikan kepada Daerah, semisal Militer, Penegakan Hukum, Perpajakan, Pertanahan, Kerja sama luar negeri itu tetap dipegang oleh Pemerintah Pusat dengan membuka Kantor-kantor Perwakilan. Hal ini yang mungkin tidak dimengerti oleh mereka-mereka yang berfikir bahwa OTDA itu seperti Pemberian Kekuasaan Mutlak kepada Daerah oleh Pemerintah Pusat melalui Undang-undang tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.

Jika banyak orang berpikir bahwa OTDA itu bagus namun Implementasi nya yang tidak bagus, maka menurut saya, permasalahan mendasar nya adalah bukan pada Implementasi. Implementasi adalah efek dari sebuah paradigm atau cara pandang, jika Implementasi OTDA itu benar, maka Paradigma tentang OTDA nya sudah benar, tetapi apabila Paradigma yang menjalankan OTDA nya sudah salah, maka sudah bisa dipastikan bahwa Impelmentasi dari OTDA itu pasti salah. Atau mungkin, tafsiran dari para Penafsir OTDA ini yang keliru.
 

Translate

Search This Blog