0

CIKEAS; CENDANA DI JAMAN REFORMASI

 Dijaman orde baru dulu, apabila kita mendengar ada orang suruhan “cendana” pasti kita akan langsung bergidig bulu kuduk kita. Takut, seram dan tidak bisa berbuat apa-apa apabila terjadi sesuatu yang diakibatkan oleh orang yang menjadi suruhan “Cendana” tersebut. Karena orang yang mengaku suruhan “Cendana” pastilah membawa pesan dari Pak Harto atau tidak membawa pesan dari Keluarga Cendana yang merupakan anak atau sanak family Soeharto itu sendiri.

Istilah Cendana kemudian menjadi semakin menyeramkan dari hari kehari seiring dengan makin kejam nya rezim pemerintahan soeharto. Pembunuhan, Penculikan, Penembakan dsb menjadi sebuah hal yang bisa terjadi kapan pun dan dimanapun terhadap siapapun. Cendana menjadi bagaikan “Istana” tidak resmi nya Soeharto beserta Kroni-kroni dan pendukung setia Soeharto.

Istilah Cendana juga menjadi sebuah hal yang bisa menggambarkan hubungan dekat dengan Soeharto. Semisal “Orang dekat Cendana”, “Orang dalam Cendana” yang artinya orang tersebut merupakan orang yang mempunyai akses kedalam lingkungan keluarga Cendana. Sejak bergulirnya reformasi 98, istilah Cendana mungkin agak berkurang disebutkan orang, dikarenakan turun nya Soeharto. Orang jarang lagi membicarakan mengenai istilah cendana sekalipun. Diganti nya Soeharto oleh Habibie pun tidak lantas kemudian mengganti Istilah Cendana dengan kediaman Habibie, begitupun dengan masa pemerintahan Gus Dur dan Megawati. Baru dijaman rezim SBY, kita mengenali istilah yang sama guna menunjuk tempat kediaman seorang Presiden dan kroni-kroni nya yang dijadikan sebagai sebuah tempat rujukan dan berkumpul serta menyiapkan sesuatu. Istilag itu kini disebut CIKEAS.

Ya, CIKEAS, sebuah kawasan yang berada di Bogor itu menjadi sebuah kawasan yang identik dengan Istilah Cendana di Jaman Soeharto dan Orde Baru dahulu. Memang tidak seseram istilah Cendana dahulu, namun apa yang ditunjukan oleh SBY dimasa Pemerintahannya kini seolah seperti ingin menunjukan hal yang serupa. Misalkan untuk menjadi seorang Menteri, SBY dan Boediono memanggil para Kandidat Menteri nya tersebut ke Cikeas guna melakukan wawancara dan menandatangani sebuah “fakta integritas” meskipun sebenarnya jika kita perhatikan, adegan – adegan yang dilakukan ditahun 2009 itu tidak lebih seperti “opera sabun” murahan yang lebih diagungkan upaya pencitraan nya saja.

Lebih hari itu, SBY membuat nama Cikeas sebagai sebuah kode guna memenangkan pemenangan politik atau pemenangan hal - hal tertentu. Misalkan apabila seseorang sudah mendapat “restu cikeas”, maka dia sudah dipastikan mendapat restu dari raja cikeas itu sendiri guna mendapatkan sebuah jabatan tertentu, karena tanpa restu dari cikeas, semua jabatan strategis di Negara ini sangat sulit buat didapatkan secara biasa. Dan harus anda tahu, bukan SBY lah yang menjadi raja disana, tapi adalah sosok Ani Yudhoyono lah yang menjadi Kepala di Istana kedua SBY itu. SBY seperti menjadikan Cikeas panggung opera guna berakting dan melakukan berbagai hal dengan background Cikeas nya.

Tak salah memang apa yang dilakukan oleh SBY, toh itu semua sah-sah saja. Asalkan tidak menjadikan nama “cikeas” itu menjadi sebuah kode guna menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan dari kekuasaan. Toh kekuasaan SBY tidak akan sampai 3 tahun lagi, dan apabila sudah selesai menjadi Presiden, nama Cikeas pun tidak akan lagi identik selamanya menjadi sebuah nama tempat yang Identik dengan SBY dan kroni.
 

Translate

Search This Blog