0

Tentang Sebuah Kehormatan #1


Di dunia ini, selain harta dan pasangan yang baik, manusia berusaha mengejar pula tahta. Dalam tahta ada sesuatu yang menjadi nilai lebih sehingga orang mati-matian dan bahkan sanggup menumpahkan darahnya guna mendapatkan kehormatan ini. Dalam semboyan Barat, ketiga hal tersebut disebut dalam istilah ‘Gold, Gospel dan Glory”. 


Dalam konteks masyarakat Indonesia, kehormatan dan tahta tidak berselaras kedudukannya. Dijaman dahulu, persoalan tahta tidak berhubungan dengan kehormatan, karena persoalan tahta diturunkan secara turun temurun dalam lingkungan keluarga, yaitu keluarga kerajaan. Yang bersisa dalam dada masyarakat Indonesia hanyalah kehormatan, yang bercampur antara kehormatan pribadi dan kehormatan keluarga.

Istilah yang sering berkembang dalam menjaga kehormatan ini biasa ditemukan apabila akan ada pernikahan. Biasanya seseorang seperti dalam adat jawa diperlihatkan apabila memilih calon pasangan hidup, mereka harus melihat “bibit, bebet, bobot”. 

Dalam konteks yang sebenarnya, kenapa ada istilah bibit, bebet dan bobot” adalah sebagai cara untuk menjaga nilai kehormatan yang ada pada keluarga sehingga kehormatan itu tetap bisa melekat dan dipertahankan. Karena kehormatan keluarga, bukan pada seberapa banyak harta yang dimiliki, dan seberapa tinggi jabatan sang kepala keluarga, melainkan pada seberapa baik perilaku sang pewaris nama keluarga. 

Dalam sisi nilai, kehormatan sebenarnya bersifat abstrak. Kehormatan itu tidak berbentuk dan ukurannya berbeda tergantung budaya mana yang mengukur dan memberikan tolak ukurnya masing-masing. Karena dia abstrak, maka kebudayaan masing-masing dari suku bangsa itu memberikan tolak ukur, dan tolak ukur yang paling realistis di alam materiil ini adalah materi itu sendiri, dengan tambahan perasaan (norma) yang ada dan berlaku. 

Maka dari itu, kenapa dalam menentukan pewaris keluarga harus ada syarat dan kriteria dikarenakan syarat dan kriteria itulah yang menjadi ukuran-ukuran materiil yang bisa ditentukan kadar cukup atau tidaknya, sehingga dari syarat dan kriteria tersebut seseorang bisa disebut pantas atau tidak menjadi pewaris kehormatan keluarga.
0

Anak Indonesia dan Imajinasi

Ketika melihat anak Indonesia jaman sekarang, dalam hati ini suka merasa kasihan sekali. Anak Indonesia jaman sekarang berbeda jauh dengan anak Indonesia dijaman saya ataupun jaman-jaman sebelum saya. Seperti terasa ada yang hilang dalam diri mereka. Yang hilang dari Anak Indonesia jaman sekarang adalah Imajinasi. Darimana datang nya Imajinasi itu? Dari apa-apa yang dilihat dan disaksikan oleh mata kita sehari-hari. 

Di awal tahun 90an, anak-anak Indonesia dimanjakan dengan berbagai macam tontonan film-film kartun Jepang. Pada saat itu, kartun jepang yang digawangi oleh Doraemon, Detective Conan, Dragon Ball masih bersaing dengan Kartun Amerika yang digawangi tokoh-tokoh kartun Wall Disney seperti Duffy Duck, Tom & Jerry, Simpson dll. Sehingga, anak-anak Indonesia dimanjakan saat itu imajinasi nya dengan suguhan kartun-kartun tersebut.

Adanya film kartun sebagai hiburan juga menjadi obat yang mujarab bagi perkembangan otak anak-anak. Anak-anak yang masih dalam tahap belum bisa membedakan mana sesuatu yang riil dan mana sesuatu yang imaginative diberikan pendidikan berkhayal yang baik sehingga dalam dirinya muncul hal-hal yang konseptual tentang segala sesuatu untuk kemudian nilai-nilainya bisa diberikan pelajaran di masa yang akan datang. 

Berbeda dengan anak jaman sekarang yang seolah kehilangan semua itu. Anak jaman sekarang menghiasi imaginasi nya dengan Sinetron dan Film Hantu. Selain itu, untuk menghibur diri mereka sehari-hari, mereka dilengkapi dengan gadget keren super mahal yang dilengkapi dengan fitur game-game terbaru yang dengan mudah di download melalui jaringan internet. 

Selain kartun, dijaman saya masih banyak sekali film Super Hero. Super Hero dari Satria Baja Hitam, Jiban, dan segala macam jenis Kamen Rider bersaing merebut hati dan pikiran anak-anak pada jaman itu melawan Super Hero Amerika seperti Super Man, Bat Man, Hulk dll yang secara garis imaji berfkir bahwa anak-anak pada masa nya harus diberikan asupan seperti masa nya. Jangan kita memberikan nasi pada anak-anak yang masih kecil yang belum bisa mengkonsumsi nasi, tapi berikanlah bubur. 

Maka apa yang terjadi di jaman sekarang merupakan dampak dari tidak adanya asupan gizi terhadap perkembangan otak kanan anak-anak jaman sekarang, terlebih dengan banyaknya sinetron dan film-film porno yang bisa diakses oleh anak-anak kecil dengan gadget yang dimiliki. Hal yang beda dengan yang kita rasakan jaman dahulu, meskipun kita sadari bahwa Internet merupakan sebuah keniscayaan jaman, namun bahwa penggunaan itu dibebaskan kepada siapapun penggunanya termasuk anak kecil sekalipun artinya Internet secara Nilai sudah tidak memiliki Nilai pendidikan bagi penggunanya.
 

Translate

Search This Blog