0

DEMOKRASI MENURUT SAYA; SEBUAH CATATAN PRIBADI

Beberapa hari yang lalu saya mendapat kan short message service (sms) berupa sebuah pertanyaan. Pertanyaan yang dikirim oleh seorang adek angkatan yang sedang melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS). Isi pertanyaan tersebut adalah “Apa itu Demokrasi?”. Saya sadar pertanyaan itu sangat singkat sekali, hanya tiga kalimat yang dituangkan dalam pesan tersebut, tapi penjelasan mengenai pertanyaan itu tak sesingkat jawabannya. Setelah berulang-ulang kali mengetik sms lalu kemudian berulang-ulang pula menghapus nya, akhirnya saya menemukan jawaban yang cukup mewakili pemahanam saya mengenai apa itu demokrasi. 

Jawaban dari pertanyaan “Apa itu demokrasi” itu sendiri adalah
“Demokrasi adalah sebuah sistem dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara dimana setiap orang yang hidup dalam sistem tersebut memiliki Kemerdekaan dan memiliki kesempatan untuk berbicara, menyatakan pendapat, berpolitik dan juga memiliki kesempatan yang sama untuk Sejahtera”. Itulah jawaban saya tentang pertanyaan “Apa itu Demokrasi?”. Jika anda semua bertanya menurut pendapat siapakah saya memberikan jawaban tersebut, saya akan menjawab bahwa itulah demokrasi yang saya pahami dan yakini dalam hati.

Demokrasi sebagai sebuah inti sari kehidupan berbangsa dan bernegara hari ini banyak dilakukan secara proseduran dan mekanisme saja, tanpa dipahami terlebih dahulu secara perorangan/masing-masing individu. Demokrasi yang diajarkan kepada kita adalah Pilkades, Pilkada Kabupaten/Kota, PilGub/ dan PiLeg dan juga PilPres. Itulah demokrasi yang dijejalkan kepada kepala kita dari pendidikan Menengah hingga di Pendidikan Tinggi. Padahal Substansi dan Essensi dari Demokrasi itu bukanlah hal tersebut. Demokrasi merupakan upaya kita membuat sebuah sistem. Sistem yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegera. Tujuan pengaturan tersebut untuk memberikan Kemerdekaan kepada tiap orang yang hidup dalam sistem tersebut memiliki hak-hak Sipil dan Hak Politik nya dan Hak Untuk Sejahtera (Welfare Right).

Kenyataan nya pada hari ini, semua yang kita rasakan akan dampak dimulainya Reformasi dan berpindah nya kita dari Masa Kegelapan Demokrasi menuju Masa Pencerahan Demokrasi tidak diiringi dengan Peningkatan Kesejateraan Rakyat. Padahal semestinya bahwa Tujuan tertinggi Demokrasi itu bukanlah membuka selebar-lebarnya Pendaftaran Partai Politik, melainkan Terbuka Lebar nya Lapangan Pekerjaan dan Terbuka lebarnya kesempatan Berwirausaha dengan nyama dan aman diseluruh penjuru negeri tanpa terkecuali.

Yang salah dari Demokrasi kita adalah, bahwa Rakyat secara Sistem sengaja dimiskinkan oleh Penguasa dengan tujuan agar Orang Bodoh semakin banyak. Supaya Pendidikan tidak terjangkau dan mengakibatkan pengangguran yang bertambah banyak, yang pada akhir dari tujuan desain itu adalah membuat Suara Rakyat menjadi lebih Murah secara posisi tawar.

Maka menjadi seorang Kepala Daerah bisa dibeli per-suara seharga 50 ribu. Dengan dibelinya suara maka Korupsi menjadi sebuah Keniscayaan. Dengan adanya Korupsi pula Kesejahteraan Rakyat hanyalah sebuah angan-angan belaka. Barangkali memang benar apa yang dikatakan oleh Yudi Latif, bahwasanya Demokrasi kita ini telah terkontaminasi dengan Dusta. Dusta telah menjadi sebuah produk Politik yang diumbar kepada khalayak. Dusta medarah daging dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara sehingga menyebabkan

Pendidikan Demokrasi yang seharusnya diberikan oleh Para Politisi-politisi itu tidak sampai ataupun memang tidak pernah disampaikan. Karena jika memang disampaikan maka rakyat menjadi pintar, dan ketika rakyat pintar maka rakyat tahu mana yang pendusta dan mana yang jujur ataupun rakyat tahu bahwa tidak ada satupun pihak yang jujur dalam proses Ber-Demokrasi kita.

Maka dari itu, Rakyat tidak pernah diberi tahu Apa itu Demokrasi. Supaya rakyat tetap tidak tahu. Supaya rakyat tetap bodoh, agar tetap miskin. Agar tetap bisa dibeli dengan rupiah. Karena jika Rakyat pintar, maka pintu kesejahteraan akan semakin luas. Ketika Pintu kesejahteraan semakin luas, maka Cost Politik itu bukan lagi dinilai dengan sekedar Rupiah, melainkan dinilai dengan Kepercayaan Publik, Integritas yang kuat, Track Record yang panjang. Dan “harga” untuk membeli itu semua lebih mahal dibanding harga Demokrasi saat ini.
 

Translate

Search This Blog