0

Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Hidup yang semakin Melebar.

Adanya kabar baik, di tiap tahun kala Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membacakan Nota Keuangan Negara dengan segala progresifitas dan kemajuan serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan keberadaan kita sebagai anggota G-20 atau Negara-negara yang memiliki kemajuan/pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.

Kabar baik yang membuat mata dan telinga kita seakan mendingin dan merasa bahwa kemajuan sudah didepan mata, meskipun pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selamanya linear dengan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat bangsa dan Negara nya.

Pertumbuhan ekonomi Negara kita yang mencapai 6,3 % mencapai yang tertinggi di kawasan asia, dan hanya kalah oleh pertumbuhan ekonomi Tiongkok/Taiwan. Pertumbuhan ekonomi kita mengalahkan Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang, India bahkan Cina, yaitu Negara yang sedang menampakan dirinya sebagai Negara Raksasa di Kawasan Asia. 

Tapi kenapa yang disebut dengan pertumbuhan ekonomi seperti berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Masih banyak kasus kematian karena busung lapar, masih banyak rakyat yang dibawah garis kemiskinan, masih banyak jumlah pengangguran dan terus bertambah tiap tahunnya. Kenapa pertumbuhan ekonomi tidak sebanding dengan kenyataan yang ada di lapangan? 

Jika kita pergi ke jalan raya, hal yang lebih riil dari angka pertumbuhan ekonomi akan kita temui secara nyata. Ketimpangan sosial menjadi lebih terlihat dengan jelas dibanding statistic ekonomi diatas sebuah kertas. Pengangguran jauh lebih membutuhkan sentuhan tangan pemerintah daripada iming-iming pertumbuhan ekonomi dua puluh tahun yang akan datang sekalipun. Anak-anak jalanan jauh lebih membutuhkan perhatian daripada pemimpin-pemimpin G20. Apa yang dimaksud Pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi sebenarnya? 

Apa makna pertumbuhan tinggi ekonomi terhadap rakyatnya? Apa pertumbuhan ekonomi dapat menyalamatkan pendidikan setiap nasib anak bangsa yang tidak bisa sekolah? Apa pertumbuhan ekonomi bisa memberikan akses jalan yang bagus bagi setiap pekerja kasar di Indonesia setiap hari? Jika tidak bisa, maka pertumbuhan ekonomi itu hanyalah sebuah omong kosong. 

Jika masih terjadi ketimpangan yang luar biasa antara si kaya dan si miskin, berarti pertumbuhan ekonomi adalah itu. Jika masih banyak rakyat Indonesia kelaparan, maka pertumbuhan ekonomi adalah itu. Jika pendidikan bagi setiap generasi baru Indonesia sangat menyusahkan, berarti yang disebut pertumbuhan ekonomi adalah itu. Dan jika kemacetan di jalanan ibu kota yang dipenuhi oleh mobil-mobil mewah sementara di pinggir nya terdapat orang minta-minta, maka yang disebut dengan pertumbuhan ekonomi adalah itu.
0

Mainstrem Perkaderan HMI #1

Berbicara mengenai HMI, mungkin kita tidak akan pernah bias membatasi ruang gerak dan wilayah cakupan kerja nya. HMI sebagai sebuah organisasi Perkaderan juga sebagai sebuah Organisasi Kemahasiswaan yang tetap bergerak sebagai Oragnisasi Perjuangan telah banyak melahirkan ratusan bahkan ribuah Politisi, ribuan akademisi dll.

Kesuksesan Kerja Organisasi HMI dalam upaya menciptakan regenerasi Kepemimpinan Bangsa ini menjadikan Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam sebagai Organisasi terbesar selain Organisasi tertua yang mumpuni dalam jagat perpolitikan Indonesia. Sebagai sebuah organisasi HMI bias kita nayatakan sukses dalam merajut visi ber-organisasinya.

Perjalanan panjang disertai rasa kekeluargaan yang sangat tinggi sebagai Kader maupun Alumni terbukti ketika salah satu saudaranya “terluka” maka sodaranya yang lain akan ikut membantu secara full support tanpa membedakan “latar belakang” warna politik dan profesi. Siapapun yang menyerang kader HMI maka dia akan menjadi common enemy dari semua kader dan alumni HMI.

Rasa persaudaraan ini menjadi sebuah nilai lebih dari sebuah “hasil” perkaderan di HMI. Semuanya tumbuh dan berkembang menjadi sebuah penyatuan rasa, penyatuan visi dan penyatuan missi bahwasanya Indonesia harus menjadi Negara yang Adil Makmur dengan Ridho dari Allah SWT dimana Islam adalah sebagai Cord Idiologi dari semua Kader maupun Alumni HMI.

Secara garis besar, nilai-nilai Persaudaraan ini lahir dan tumbuh atas rasa yang sama ketika menjadi Kader, dan dipertemukan dalam satu mainstream pemikiran bahwa kader HMI adalah Kader ummat dan kader bangsa yang dididik menjadi Kader Insan Cita dimana perwujudannya adalah sebagai Insan akademis, Insan pencipta, Insan Pengabdi, dan Insan yang bernafaskan Islam dan Insan yang Bertanggung Jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

Namun 63 tahun HMI berdiri, dengan banyaknya kader maupun alumni nya yang kemudian handal berpolitik dan berdinamika dalam kancah perubahan bangsa dan Negara, HMI belum menelurkan kader nya sebagai seorang “Bussines Leader” yang handal. Kenapa hal ini terjadi? Apa alasannya?

Mindstream Kader HMI pada umumnya adalah bagaimana bisa berusaha mewujudkan Indonesia adil makmur. Usaha mewujudkan itu adalah dengan cara bagaimana menggapai kekuasaan. Dan secara politik, hanya orang-orang politik saja yang bisa menggapai kekuasaan jika mau berkuasa dengan jalan memasuki lingkaran kekuasaan saja.
Aliran penganut bahwa kesejahteraan hanya bisa diwujudkan dengan cara berkuasa dan masuk ke dunia politik merupakan ciri pemikiran politik tahun 70an. Ciri ini dapat dilihat pada alumni-alumni HMI yang sudah settle di kekuasaan pada medio tahun tersebut.

Di jaman globalisasi saat ini, masih berlaku kah mainstream itu sebenarnya? Masihkah teori merebut tampuk kekuasaan lewat cara politik bisa mewujudkan missi HMI mewujudkan Indonesia Adil Makmur berlaku? Kita cari tahu jawabannya di edisi ke dua tulisan ini. Wassalam.
0

Mobil Murah dan Ketimpangan Hidup di Indonesia.

Lagi soal Mobil Murah. Kebijakan aneh dan sangat tak masuk di akal. Menko Perekonomian Hatta Radjasa menyatakan bahwa kebijakan produksi mobil murah lebih baik diprioritaskan untuk eksport, bukan untuk konsumsi dalam negeri. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang akrab dipanggil Jokowi dengan jelas dan terang-terangan menyatakan bahwa kebijakan produksi mobil mewah justru salah dan tidak sejalan dengan kebijakan Gubernur DKI yang sedang berperang melawan kemacetan. 

Wapres Boediono sendiri dengan enteng malah menyatakan bahwa persoalan kemacetan terutama di DKI Jakarta akan dibantu oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Pusat tidak akan tinggal diam melihat pemerintah daerah berjuang sendirian mengatasi kemacetan. Benar kah apa yang dikatakan oleh Boediono?

Sejenak melihat kebijakan pemerintah dalam membolehkan produsksi besar-besaran mobil murah, seperti kebijakan yang melawan kebijakan usaha menghilangkan kemacetan itu sendiri. Sejatinya dikatakan bahwa produksi mobil murah adalah usaha bagaimana pemerintah pusat menghadirkan kendaraan yang terjangkau bagi rakyat miskin. Loh kok piye mas wapres? 

Benarkah rakyat miskin butuh mobil? Semurah apa mobil yang bisa diberli oleh rakyat miskin itu sendiri? Apakah Pemerintah tutup mata atau pura-pura tidak tahu? Berapa persen yang hadir dalam pameran otomotif Indonesia yang berasal dari kalangan rakyat miskin? Apakah kepemilikan mobil menjadi ekspektasi riil masyarakat miskin Indonesia? 

Jakarta yang memiliki tingkat kemacetan luar biasa akan tambah macet dan mungkin akan mengalami stuck in the road dari mulai jalan perumahan hingga jalan menuju lokasi – lokasi perkantoran sibuk karena kebijakan mobil murah ini. Berapa puluh juta mobil di Jakarta setiap hari mengisi jalan-jalan Ibu Kota dan terus bertambah, bukan hanya mobil murah, tapi mobil mewah pun tetap terus bertambah jumlahnya. 

Kenapa pemerintah pusat tidak justru berupaya meningkatkan kualitas transportasi publik di darat agar lebih nyaman dan berkualitas? Bukan malah menambah jumlah ketersediaan mobil murah bagi masyarakat yang miskin. 

Dan perlu di ingat bahwa masyarakat miskin bukan membutuhkan mobil murah, tetapi masyarakat miskin membutuhkan: Harga-harga bahan pokok yang murah dgn stok yg melimpah, kemanan dan ketertiban masyarakat, lapangan pekerjaan yang memadai, pendidikan yang murah tapi tidak murahan, dan juga biaya kesehatan gratis. 

Akhirnya adanya kebijakan produksi masal mobil murah, hanya akan menambah lebar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, karena semurah apapun “mobil murah” yang disebut dengan rakyat miskin tidak akan pernah bisa memiliki “mobil murah” tersebut. 

Pemerintah jangan hanya bisa menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 6,3 % dan bangga dengan semua itu, jika ketimpangan ekonomi antara si miskin dan si kaya menjadi kian melebar jaraknya, atau justru angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 % itu adalah sama dengan melebarnya jarak antara si kaya dan si miskin yang disebut dengan bangga oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai tingkat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
0

Mobil Murah dan Kacang Goreng

Judul nya agak ekstrem, karena judul diatas sama seperti membandingkan sebuah barang mewah yang meskipun harga nya sudah dimurahkan, tapi sebenarnya tetap saja mahal harganya, bagi siapapun yang belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Yang dalam bahasa ekstrem nya pula bisa ketemu makan pagi tapi belum ketemu makan sore harinya. 

Kebijakan mobil murah sendiri sebenarnya diadakan oleh Pemerintah untuk memenuhi ekspektasi terhadap masyarakat miskin yang ingin memiliki mobil dengan harga terjangkau. Padahal jika kita resapi dalam-dalam pernyataan pemerintah tersebut, pertanyaan nya apakah benar bahwa masyarakat miskin membutuhkan mobil? Dan semurah apa mobil yang bisa dibeli oleh masyarakat miskin itu sendiri?

Jangan sampai dalih pemerintah dalam mengadakan kebijakan produksi besar-besaran mobil murah ini disamakan dengan kemampuan masyarakat dalam membeli kacang goreng yang harganya murah sekali dan bahkan dijajakan oleh pedagang di pinggir jalan pada acara keramaian masyarakat seperti Jaipongan, Layar Tancap dan dangdutan. 

Kebijakan mobil murah tentunya tidak seperti kebijakan impor beras, kedelai, dan juga segala macam kebijakan impor kebutuhan sehari-hari masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak yang disebabkan kekurangan stok didalam negeri sendiri, tapi kebijakan mobil mewah seperti hari ini hanya tetap akan dinikmati oleh mereka yang memiliki uang melimpah (uang nganggur) dan pasti hanya akan dibeli oleh mereka yang notabene sudah memiliki mobil sebelumnya. 

Dan perlu dicatat pula, bahwa rakyat miskin tidak membutuhkan mobil murah. Rakyat miskin hanya butuh: Harga-harga bahan pokok yang murah dan stok yg melimpah, kemanan dan ketertiban masyarakat, lapangan pekerjaan yang memadai, pendidikan yang murah tapi tidak murahan, dan juga biaya kesehatan gratis. Bukan mobil murah yang dibutuhkan seperti layaknya alasan pemerintah dalam mengadakan kebijakan mengenai mobil murah ini berapa pun biaya nya.
 

Translate

Search This Blog