0

Mobil Murah dan Ketimpangan Hidup di Indonesia.

Lagi soal Mobil Murah. Kebijakan aneh dan sangat tak masuk di akal. Menko Perekonomian Hatta Radjasa menyatakan bahwa kebijakan produksi mobil murah lebih baik diprioritaskan untuk eksport, bukan untuk konsumsi dalam negeri. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang akrab dipanggil Jokowi dengan jelas dan terang-terangan menyatakan bahwa kebijakan produksi mobil mewah justru salah dan tidak sejalan dengan kebijakan Gubernur DKI yang sedang berperang melawan kemacetan. 

Wapres Boediono sendiri dengan enteng malah menyatakan bahwa persoalan kemacetan terutama di DKI Jakarta akan dibantu oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Pusat tidak akan tinggal diam melihat pemerintah daerah berjuang sendirian mengatasi kemacetan. Benar kah apa yang dikatakan oleh Boediono?

Sejenak melihat kebijakan pemerintah dalam membolehkan produsksi besar-besaran mobil murah, seperti kebijakan yang melawan kebijakan usaha menghilangkan kemacetan itu sendiri. Sejatinya dikatakan bahwa produksi mobil murah adalah usaha bagaimana pemerintah pusat menghadirkan kendaraan yang terjangkau bagi rakyat miskin. Loh kok piye mas wapres? 

Benarkah rakyat miskin butuh mobil? Semurah apa mobil yang bisa diberli oleh rakyat miskin itu sendiri? Apakah Pemerintah tutup mata atau pura-pura tidak tahu? Berapa persen yang hadir dalam pameran otomotif Indonesia yang berasal dari kalangan rakyat miskin? Apakah kepemilikan mobil menjadi ekspektasi riil masyarakat miskin Indonesia? 

Jakarta yang memiliki tingkat kemacetan luar biasa akan tambah macet dan mungkin akan mengalami stuck in the road dari mulai jalan perumahan hingga jalan menuju lokasi – lokasi perkantoran sibuk karena kebijakan mobil murah ini. Berapa puluh juta mobil di Jakarta setiap hari mengisi jalan-jalan Ibu Kota dan terus bertambah, bukan hanya mobil murah, tapi mobil mewah pun tetap terus bertambah jumlahnya. 

Kenapa pemerintah pusat tidak justru berupaya meningkatkan kualitas transportasi publik di darat agar lebih nyaman dan berkualitas? Bukan malah menambah jumlah ketersediaan mobil murah bagi masyarakat yang miskin. 

Dan perlu di ingat bahwa masyarakat miskin bukan membutuhkan mobil murah, tetapi masyarakat miskin membutuhkan: Harga-harga bahan pokok yang murah dgn stok yg melimpah, kemanan dan ketertiban masyarakat, lapangan pekerjaan yang memadai, pendidikan yang murah tapi tidak murahan, dan juga biaya kesehatan gratis. 

Akhirnya adanya kebijakan produksi masal mobil murah, hanya akan menambah lebar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, karena semurah apapun “mobil murah” yang disebut dengan rakyat miskin tidak akan pernah bisa memiliki “mobil murah” tersebut. 

Pemerintah jangan hanya bisa menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 6,3 % dan bangga dengan semua itu, jika ketimpangan ekonomi antara si miskin dan si kaya menjadi kian melebar jaraknya, atau justru angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 % itu adalah sama dengan melebarnya jarak antara si kaya dan si miskin yang disebut dengan bangga oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai tingkat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
 

Translate

Search This Blog